Kalabahi, FKKNews.com – Ketua Yayasan Pendidikan Kristen (Yapenkris) Pingdoling Alor, Dr. Fredrik Abia Kande, S.Pd.,M.Pd, menangapi pernyataan Bupati Alor, Drs. Amon Djobo, M.AP yang menolak keras Kurikulum Merdeka Belajar saat launching re-rebranding kebijakan sekolah GMIT pada Senin (10/07) pekan lalu di Aula Pola Tribuana.
“Memang Bupati mengatakan bahwa Kebijakan Kurikulum Merdeka ini tidak cocok dengan konteks Alor, Bupati lebih setuju kalau kebijakannya diberi nama paksa belajar atau tumbuk belajar,” ujar Ketua Yapenkris kepada wartawan FkkNews.com pada Rabu (19/07/2023).
Menurutnya, pendapat Bupati Alor tidak bertentangan dengan penerapan kurikulum merdeka yang dicanangkan Menteri Nadiem Makarim.
“Pendapat dua pejabat ini sebenarnya mengkonfirmasi dua dunia yang memang berbeda. Jadi Menteri Nadiem kan berbicara tentang sesuatu yang semestinya, dia bicara pentingnya satu transformasi dalam konteks pembelajaran sehingga setiap warga belajar terkhususnya siswa harus melihat aktivitas belajar itu sebagai sebuah kebebasan,” jelasnya.
Kurikulum merdeka yang sedang di terapkan agar siswa harus merasa bebas untuk belajar tanpa ada tekanan bahkan tidak harus pada semua level itu dipaksakan, “jadi dia bebas untuk memilih bidang apa dan jenis aktivitas apa yang bisa cocok dengan bakatnya atau cocok dengan kebutuhannya jadi tidak boleh di paksakan oleh orang dewasa,” ujar akademisi Untrib ini.
“Paradigmanya kebebasan, sama seperti ketika manusia dia lahir, dia menangis jadi dengan menangis itukan sebenarnya manusia membutuhkan kebebasan, jadi kebebasan inikan sesuatu yang paling hakiki,” lanjutnya.
Ia juga mengatakan bahwa hal ini harus berpengaruh pada berkontribusi dalam konteks pembelajaran, sehingga ia meminta kepada Mendikbud untuk hadirkan kebijakan Kurikulum Merdeka Belajar supaya anak anak Indonesia itu mengalami kebebasan dalam belajar, “nah inikan kultur yang harus berubah, kultur berubah itukan harus melalui kebijakan tidak bisa secara alami,” lanjutnya lagi.
Sumber : fkknews.com